Sore ini naik ke genteng rumah. Melepas penat.
Tidur. Merasakan angin yang menyerbu tubuh ini. Melihat pergantian awan putih
dengan awan hitam. Sinar matahari semakin memudar. Sebentar lagi petang.
Burung mondar mandir melewatiku. Bentuk gunung
gunung mulai kabur. Awan hitam semakin mendominasi. Sebentar lagi petang.
Mulai berimajinasi dengan awan awan kecil yang lama
lama menyatu dengan awan lain. Itu, gajah! Itu, peluru! Itu.... kamu....
Matahari semakin tenggelam, meninggalkan warna cantik yang menghiasi manik
manik lainnya. Sebentar lagi petang.
Memejamkan mata. Angin semakin menggebu. Headset di telinga. Mulai terdengar alunan lagu Firasat-Dewi Lestari.....
Kemarin, kulihat awan membentuk wajahmu
Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku
Selamam, bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Akupun sadari, ku segera berlari....
.................................................................................................
.................................................................................................
Aku sangat menikmati ini!
Turun dari genteng. Masih pingin memandangi langit. Warna awan mulai hitam dicampur warna merah. Senja! Matahari sudah mau
sampai di tempat peristirahatan. Sebentar lagi petang.
Duduk di kursi. Masih memandang ke atas. Suara
adzan menyeru manusia untuk mengingat Maha Pencipta semua ini. Sebentar lagi
petang.
Mereka yang bertolak belakang hidup dalam satu medium. Masing masing mempunyai sinarnya sendiri walau berbeda warna. Dengan tugas yang sama, mereka hadir. Saling melengkapi. Si Api siap menjadi abu karena kedatangan Si Air.
Selamat istirahat, senja. Selamat datang, bulan. Kalian tak lelah menemani hari
hari kami.
Sebentar lagi petang.
Aku harap kamu juga menikmati ini.
Sebentar lagi petang.... Sebentar lagi...... Dan selamat datang, petang....
Ini sangat indah. Makasih, Tuhan.
-Sore di hari rabu, 20 november 2013-